Deskripsi
Tembang dolanan memiliki nama lain yaitu sekar dan memiliki 2 kategori yaitu tembang kerakyatan dan tembang klasik. Tembang kerakyatan diciptakan atas budaya yang berkembang di masyarakat, tidak memiliki aturan yang mengikat, tembang Kerajaan diciptakan dan bersumber dari kehidupan istana baik dari zaman kediri-mataram islam yaitu kasultanan Yogyakarta dan Surakarta (Sukisno, 2021). Tembang dolanan sebagai salah satu media pembelajaran bagi anak anak yang memiliki tafsir dan makna secara tersirat dan dapat membentuk karakter anak. Menggunakan tembang dolanan sebagai pengembangan karakter anak sebagai solusi untuk membangun bangsa. Salah satu permainan yang mengajarkan etika di kehidupan sehari hari adalah permainan yang berasal dari kampung gerabah penanggungan Kota Malang. Tembang dolanan dinyanyikan oleh semua anak yang mengikuti permainan. Pada sisi bahasa, tembang dolanan ini menggunakan bahasa kromo ndeso yang digunakan oleh masyarakat desa dalam menghormati orang lain dengan bahasa jawa kromo. Tembang dolanan ini dilakukan oleh anak anak dengan bergandengan dan bernyanyi . “ yae yaao manuk endro sekawan atus sekawan doso kulo nuwun “Monggoh” Lalu penjual dan pembeli berdri, yang lainnya duduk Si pembeli nunjuk “ yuyu la nopo bedug bedug kok teng mriki” Penjual “ nggadeaken yugo kulo” (menggadaikan anak) Pembeli “pinten regine” Penjual “ setunggal selawe” Pembeli “pundi sing sae?” Penjual “ sampeyan pilih dewe” Lalu si pembeli mengetuk anak anak satu persatu, kalau berbunyi nyaring “ ting, ting, tong tong, teng teng” dan berteriak “ kobong kobong” Pada permainan ini memiliki makna mengenai etika seseorang dalam bertransaksi dan menggambarkan mengenai peran penjual dan pembeli. Penjual disebut sebagai “towo” sedangkan pembeli disebut “ngayang”. Ketika penjual turun untuk melayani pembeli dan pembeli naik untuk membeli dagangan sehingga terjadi kesepakatan untuk bertransaksi. Sehingga permainan ini memberikan petuah atau pitutur kepada anak-anak mengenai etika di lingkungan sosial.
Referensi
Sukisno. (2021). Tembang dolanan. Imaji, 19(1), 28–39.