amalia.nurma.fs@um.ac.id

Object Identifier

01SULFAT, KOTA MALANG2

Judul

Macapat Malangan
Deskripsi

Macapat merupakan sebuah tradisi lisan kesenian jawa yang liriknya dilantunkan dengan gaya tertentu. Macapat menjadi kebudayaan yang sudah tersebar di pulau Jawa. Pada liriknya, tembang macapat memiliki pedoman, yaitu setiap lirik dalam tembang macapat harus mengikuti pedoman sukon wulon, dimana setiap lirik harus mengandung beberapa aspek yaitu guru lagu yang berisikan a i u e o guru wilangan jumlah lirik dalam setiap paragraf dan guru gatra yaitu jumlah paragraph yang ada dalam tembang macapat (Ramadhanti & Ayundasari, 2021). Pada tembang macapat, terdapat dua jenis tangga nada yaitu slendro dan pelog. Tangga nada slendro memiliki karakter yang lincah dan gembira, sedangkan tangga nada pelog memiliki karakter yang menghormati dan memberikan petuah Namun, pada setiap daerah memiliki karakteristik dan ciri khas dalam melantunkan tembang macapat, salah satunya macapat malangan yang ada di wilayah malang, Jawa Timur. Macapat malangan muncul dari masyarakat asli malang yaitu suku Tengger. seiring dengan eksistensi pada tahun 1900-an, macapat malangan menyebar di seluruh wilayah malang dan pada beberapa daerah mengalami perubahan dengan menggunakan cengkok macapat madura. Macapat malangan memiliki lirik yang sederhana sehingga dapat dilantukan seperti orang membaca dan bergantung pada perasaan yang melantunkan lirik macapat. Pada zaman dahulu, macapat malangan digunakan untuk menemani ibu yang baru melahirkan atau biasa yang disebut “jagong bayi” ketika begadang mengurus bayi. Pelantunan macapat malangan memiliki keunikan tersendiri yaitu cengkok, dialek dan bentuk lagu yang berbeda dengan macapat di wilayah lainnya. Macapat malangan sebagai tembang untuk orang dewasa karena memiliki lirik dan makna terkait guna guna (ilmu hitam), cinta kasih ataupun hal-hal yang belum sepantasnya dikonsumsi oleh anak anak. Secara umum, tembang macapat malangan memiliki makna nilai nasehat (pitutur), nilai kritik sosial, piwulang budi pekerti dan etika. Tembang macapat malangan selalu diawali dengan asmorondono (cinta kasih). Hal tersebut menandakan manusia harus memiliki cinta kasih kepada Tuhan yang sudah menciptakan bumi dan isinya atas cinta kasih. Lirik Tembang Macapat malangan asmorondo dengan nada slendro : Ingsun amiwiti muji; Hyang nyebut nama Hyang sukma; Kang paring murah ing ndoya mangke ; Tembe akhire ing akherat; Kang pinuji datan pegat; Angganjar wong kang welas ayun ; Angapura wong kang dosa; Sakwise muji Hyang Widhi; Amuji Nabi Muhammad; Klawan kuluwargane; Sekabat sekawan punika; Kang dhehen kiyai Abubakar Umar Usman ping tiganipun; Sekawan Ali Murtolo; Ngajio tata lawan titi; Ngabektia mring wong tuwa; Ngluhuraken derajate; Kapindho bapa lawan biyang; Ping telu maratuwanira; Sekawan nyembah gurumu ; Lima sanak kadangira. Tembang diatas memiliki makna orang harus selalu memuji dengan berdoa kepada Tuhan Sang Maha Hidup. Hal itu harus dimiliki setiap orang dari dunia sampai akhirat tanpa putus. Orang yang memiliki sifat belas asih menjadi orang yang pemaaf dan cinta kasih. Manusia wajib berdoa dan memuji Tuhan yang dipercayai. Manusia juga harus memiliki sifat hotmat dan bakti pada orang tua untuk menaikan derajat dan memaknai untuk menghormati guru. Lirik macaoat malangan asmorondono nada pelog : Si cebol anggayuk langit; Wong picek anggelang lentang; Susuh angin ndi enggone ; Wong kesot ngideri jagat; Warangka manjing curiga; Wong ngangsu pikulan banyu; Amek geni dedamaran; Yen saget nyurteni neki; Uripe ing alam ndonya; Ora nemen sengsarane; Lan malih kawruhana ; Tinggalane tiyang kina; Niku sejatine ilmu; Kang tumrap ing alam padhang; Ana cina nggendhong lintrik; Menyang pasar pegunungan; Sangune picis rong kanthong; Loro dengkek sesodoran ; Keleja katon gunawang; Kucing gering kesat kesut; Buaya tambur ngerok jaran; Tembang macapat ini memiliki maksa kiasan. “Si cebol anggayuk langit”, memiliki arti punggung merindukan bulan. “Wong picek anggelang” lentang memiliki arti orang buta menghitung Bintang. “Susuh angin ndi enggone” memiliki arti muara angin ada dimana,tidak ada yang tau. “Wong kesot ngideri jagat” memiliki arti orang lumpuh mengitari bumi, “Warangka manjing curiga” memiliki arti tempat keris kok yang nyamperin kerisnya, “Wong ngangsu pikulan banyu” memiliki arti orang cari air kok sudah bawa pikulan yang isinya air, “Amek geni dedamaran” memiliki arti orang cari api kok pakai obor. SINOM KHAS MALANGAN Prawane wong Lowokdoro Isih cilik njaluk rabi; Sun adang ing Mergosono; Kutho lawas den Baleni; Jodipan ingkang winarni; Temenggungan dalemipun; Kelojen lan Kayutangan Kauman den isin isin; Wis gumalun candhekan gal ugalan. Tembang tersebut memiliki makna daerah yang ada di kota Malang. Daerah Selatan dari desa lowokdoro, jalan ke utara daerah sun adang itu gadang di mergosono. Kutho lawas den baleni memiliki makna kebalen dan jodipan. Jadi berputar, temenggungan daerah alun alun, terus klojen, kayu tangan, kauman wilayah masjid besar dan gumalun itu wilayah talun.


Referensi

Sunaryo, Hari (2012) PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MEMBACA PUISI SECARA LISAN KREATIF PRODUKTIF BERBASIS TRADISI PELISANAN MACAPAT MALANGAN PADA SISWA SMP KOTA MALANG

0 Komentar

Leave a Reply