amalia.nurma.fs@um.ac.id

Object Identifier

05PAKISAJI, KABUPATEN MALANG21

Judul

Topeng Malangan

Tokoh

Deskripsi

Topeng adalah karya replika yang terbuat dari bahan seperti kayu, tanah liat dan gypsum yang menggambarkan wajah tokoh. Malang memiliki topeng yang menjadi salah satu ikonik dari segi kebudayaan. Topeng Malangan merupakan karya seni topeng yang dihasilkan dari daerah Malang Raya. Malang Raya merupakan gabungan wilayah Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu. Menurut sejarah, Malang Raya adalah salah satu daerah pusat persebaran seni topeng di tanah Jawa. Pada awalnya Topeng Malangan dibuat sebagai bentuk karya ukir. Akan tetapi, pada perkembangannya Topeng Malangan juga ditampilkan dalam bentuk tari (Sa’diyah et al., 2024). Awal mula topeng digunakan untuk upacara Srada sebagai pemutus karma bagi raja pada masa kerajaan Kanjuruhan tahun 760. Kemudian berkembang di kerajaan Kediri, Singosari hingga Majapahit pada tahun 1350. Topeng Malangan tidak hanya digunakan sebagai sarana pemanggilan roh nenek moyang dan upacara Srada, tetapi juga ditampilkan dalam bentuk tarian untuk menyambut tamu-tamu kerajaan. Topeng Malangan mengalami masa keemasan, yaitu pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk. Prabu Hayam Wuruk sendri adalah seorang penari topeng. Ayahnya adalah seorang pemain kendang, sedangkan ibunya adalah seorang sinden (Sa’diyah et al., 2024). Eksistensi topeng Malang kembali diangkat oleh Bupati Malang yang ke 4 yaitu R.A.A Soerioadiningrat I Raden Sjarip yang mewajibkan para pejabat wajib bisa menarikan tari topeng. Melalui kebijakan tersebut terdapat 2 tokoh yang menyebarkan. Pertama, Mbah Reni/Mbah Candra yang menyebarkan topeng di wilayah Malang Timur terdiri dari Jabung, Tumpang hingga Lereng Bromo. Kedua, Pak Gurawan menyebarkan di wilayah Malang Selatan meliputi Kedungmonggo, Jatikui, Senggreng, dan Gunung kawi. Sehingga pada saat itu tahun 1900 kesenian topeng Malang mulai bangkit dan tercatat ada 33 grup topeng Malangan. Salah satu grup topeng Malangan yang masih aktif hingga saat ini adalah Asmara Bangun yang berpusat di Pakisaji, Kabupaten Malang. Sanggar Asmara bangun sudah berdiri sejak tahun 1982. Sedangkan grupnya sudah ada sejak tahun 1900. Didirikan pertama kali oleh Mbah Serun, yang nama awalnya adalah Pendawa Lima karena mengangkat cerita Purwa/Mahabarata. Sanggar tersebut dilanjutkan oleh keturunan selanjutnya yang menjadi generai kedua yaitu Mbah Kiman. Pada Generasi ketiga nama Pendawa Lima diganti menjadi Asmoro Bangun karena mengangkat cerita panji oleh Mbah Karimun dan diteruskan oleh generasi keempat Pak Taslan hingga saat ini sudah memasuki generasi kelima yaitu Pak Handoyo. Ciri khas topeng Malangan yang membedakan dengan topeng dari daerah lain terletak pada bentuk mata dan filosofi warna dalam cerita. (Astrini et al., 2013). a. Warna emas/putih melambangkan kesucian atau sifat setia, b. Warna merah melambangkan karakter pemberani, c. Warna kuning melambangkan kesenangan atau sifat ceria, d. Warna hijau melambangkan kesuburan atau kedamaian, e. Warna biru/hitam melambangkan sifat bijaksana. Bentuk topeng di Jawa tengah dari penggambaran matanya lebih kecil dan cenderung ke wayang. Sedangkan Topeng Malang ukuran matanya sedikit lebih besar atau bentuk tengah-tengah antara Jawa tengah dan Bali. Penyebaran Topeng Malang sudah sampai ke luar negeri. Jumlah topeng panji dari generasi ketiga hanya ada sekitar 60 karakter topeng. Kemudian berkembang menjadi 76 karakter untuk 15 cerita Panji. Penambahan jumlah karakter topeng dikarenakan dalam cerita yang dipentaskan terdapat nama tokoh namun tidak ada bentuk topengnya. Dalam membuat karakter baru topeng perlu adanya ritual tertentu seperti meditasi yang hanya bisa dilakukan oleh generasi yang mendapat mandat tongkat estafet topeng Malang. Jenis kayu yang digunakan untuk pembuatan topeng ialah kayu yang mempunyai getah yang tidak disukai oleh hama, kayu yang tidak digunakan untuk bahan bangunan dan kayu yang dapat mengeluarkan spirit seni. Kayu yang digunakan untuk membuat topeng sebagai dekorasi berbeda dengan kayu yang digunakan untuk pementasan. Hal tersebut juga berlaku untuk pembuatan topeng yang digunakan untuk tujuan tertentu seperti sebagai penghalang roh jahat, sebagai jimat, dan untuk menarik pembeli. Maka digunakanlah jenis kayu nangka dan kayu kembang. Proses pembuatan tidak dapat dilakukan secara sembarangan, perlu ada pemilihan hari dan pemilihan bahan baku. Tidak hanya itu, pengrajin yang membuat topeng harus berpuasa 1 hari. Hal tersebut menjadi salah satu ajaran dari leluhur yang harus dipegang. Hasil akhirnya, aura dari topeng yang dibuat secara asal-asalan akan berbeda dengan topeng yang dibuat melalui ritual leluhur. Proses pembuatan topeng Malangan membutuhkan waktu 3 hari untuk kayu sengon. Langkah-langkah pembuatannya sebagaai berikut: (1) pemotongan kayu bulat yang dibelah menjadi 2 bagian, (2) pemotongan kayu menjadi bentuk segi tiga (3) penentuan bentuk yang paling tinggi yaitu hidung (4) pembentukan bagia mata dan mulut (5) pembuatan batas wajah dan ukiran ornamen, (6) memperjelas karakter topeng dengan cara diukir, (7) pembuatan lubang bagian belakang, (7) penghalusan topeng dengan cara digosok, (8) Pengecatan dasar dan dilanjutkan dengan pengecatan bentuk warna lain, (9) tahapan yang terakhir adalah pengeringan dan pemasangan tali pada topeng. Nilai-nilai yang dapat diperoleh dari topeng Malangan dibagi menjadi 4 yang merupakan karakter manusia. Ada yang baik (Tokoh panji), tokoh yang jahat (Tokoh Sabrang), tokoh lucu/jenaka, dan tokoh binatang. Dalam ajaran cerita panji mengandung cerita baik leluhur yang dapat dicontohkan kepada anak sekarang melalui seni pertunjukan. Contoh dalam cerita pernikahan Panji. Dalam pernikahannya, Dewi Sekartaji mengajukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh tokoh Panji. (1) Dulur sakembaran:ketika kita dilahirkan di dunia, kita memiliki saudara yang tidak terlihat. Kita harus menemukan mereka “wajahnya sama tetapi sifatnya berbeda”. (2) Gamelan Kencana Robyong berbunyi tetapi tidak ada bentuknya. Seperti suara hati nurani dalam menentukan pilihan. (3) Kebo bule sungu emas, seperti memiliki jabatan/kekayaan. Selanjutnya akan banyak yang mendekat ada yang bala buta dan ada yang bala dewa (4) Pengiringnya Dewa dan Bala Buto, jika diartikan harus dapat memilah antara nafsu dan hati nurani (5) Kembang Wijayakusuma, yang hanya mekar di satu malam. Sehigga pilihan tersebut tidak boleh salah sampai akhir.


Referensi

Ruas, 11, 89–98. Sa’diyah, N., Nugraheni, N. E., Missa, H., & Basuki, I. A. (2024). Karakter Luhur Guru dalam Nilai Moral Tari Topeng Malangan. JoLLA Journal of Language Literature and Arts, 4(5), 445–450. https://doi.org/10.17977/um064v4i52024p445-450

0 Komentar

Leave a Reply