Deskripsi
Leang Leong Naga Sakti adalah seni pertunjukan yang menampilkan naga sedang mengejar api diikuti oleh naga-naga kecil dengan iringan musik dan dipentaskan lebih dari 10 orang. Berkembang di wilayah dusun sawun kesenian ini sudah ada sejak 1976 yang dipimpin oleh Bapak Taram. Kesenian Leang Leong Naga Sakti berasal dari keresahan tetua dusun pada tahun 1976-an karena tidak adanya kesenian di dusun sawun. Saat melakukan semedi, tetua dusun itu mendapatkan pawisik (isyarat yang dibisikan oleh semesta) untuk membuat sebuah kesenian dengan Gambaran karakter naga besar sebagai tokoh utamanya. Memiliki Panjang 25 sampai 38 meter leang leong naga sakti memerlukan banyak anggota untuk satu kali pementasan. Naga Besar pada Kesenian leang leong naga sakti terbuat dari kayu atau spons untuk kepala dan kain untuk bagian badannya dengan diikatkan antara tongkat pemain. Dan biasanya diangkat menggunakan tongkat oleh 10 atau 12 orang bergantung pada panjang dari naga tersebut dengan satu orang yang paling depan memegang tongkat bagian kepala naga. Terdapat Lima atau Empat orang membawa naga-naga (naga kecil dibelakang naga besar) dan diumpamakan sebagai pengikut dari naga besar. Naga-nagaan tersebut memiliki karakteristik warna Putih, Merah, Hitam dan Kuning. Masing-masing dari keempat warna tersebut menunjuk arah mata angin mulai dari putih untuk timur, Merah untuk Selatan, Hitam untuk barat dan Kuning untuk Utara. Pertunjukan Leang Leong Naga Sakti biasanya dilaksanakan pada bulan suro( penanggalan bulan pertama pada kalender jawa) saat kegiatan ruwatan atau bersih desa dengan kirab mengelilingi wilayah di sekitar Dusun Sawun, Desa Jedong. Selain itu, Masyarkat dapat memberikan undangan untuk menampilkan leang-leong saat perayaan hari-hari tertentu (contoh: sunatan) . Proses Upacara menjadi awal dalam pementasan leang leong yang dipimpin oleh Bapak Kastari selaku penanggung jawab kesenian. Setelah itu, Pemain akan dibawa ke punden dekat dusun sawun untuk meminta ijin kepada leluhur di wilayah jedong agar mendapat dukungan dalam pementasan Kirab Leang Leong Naga Sakti. Terdapat beberapa kejadian kerauan (Kesurupan) yang dialami oleh pemain atau orang yang memiliki hajat. Hal tersebut diartikan sebagai partisipasi dari leluhur dalam memeriahkan pertunjukan. Setelah dari Punden, Pemain melakukan kirab Leang Leong Naga Sakti dengan mengelilingi dusun sawun. Terdapat satu orang yang membawa tongkat dengan bola api didepannya sebagai umpan atau pakan yang akan dikejar oleh Naga Besar. Pemegang tongkat pada bagian Kepala Naga Besar melakukan tarian dengan mengayunkan tongkat ke atas dan bawah yang dilaksanakan Secara Bergilir dengan pemain yang mengikuti disampingnya. Pertukaran ini dilakukan melalui aba-aba dari pemegang tongkat kepala saat meminta giliran. Diikuti dengan 5 atau 4 naga-nagaan dibelakangnya, pementasan Leang Leong Naga Sakti diiringi oleh musik gamelan dan jidor. Kesenian Naga yang serupa dengan leang-leong naga sakti jedong terdapat dibeberapa wilayah diindonesia, diantaranya; Tarian Barongsai dan leang-lion di kelenteng Hoo Tong Bio, Banyuwangi. Terdapat pementasan naga-nagaan yang diangkat menggunakan belasan tongkat. Penari terdepan mengangkat, menganggukkan, menyorongkan dan mengibas-kibaskan kepala naga-nagaan tersebut yang merupakan bagian dari gerakan tarian yang diarahkan oleh salah seorang penari. (Ningtyas, 2010) Pertunjukan Liong dan Barongsai di Yogyakarta. Penghapusan Instruksi Presiden no. 14/1967 mengembalikan hak etnis tionghoa untuk menjalakan ibadah sesuai kepercayaan mereka. Liong dan Barongsai Kembali melaksanakan pertunjukan di tempat-tempat keramaian atau hajatan. (Sudono et al., 2013) Kesenian Naga Lim di Kota Padang. Pertunjukan kesenian Naga di marga Lim dilakukan dengan iringan musik rekaman atau langsung yang di mainkan oleh para pemain. Pertunjukan kesenian Naga dengan iringan music langsung ditampilkan pada perayaan tahun baru Imlek dan Cap Go Meh.(Valentania, 2022)
Referensi
Ningtyas, I. (2010). Aktivitas Sosial dan Budaya Etnis Tionghoa di Kelenteng Hoo Tong Bio Banyuwangi 1967-2010. 1–19. Sudono, Suhartono, & Simatupang, G. L. L. (2013). Pertunjukan Liong dan Barongsai di Yogyakarta: Redefinisi Identitas Tionghoa. Panggung, 23(2), 227–240. https://doi.org/10.26742/panggung.v23i2.99 Valentania, V. (2022). Kesenian Naga Lim di Kota Padang: Eksistensi dan Adaptasi Budaya Masyarakat Etnis Tionghoa Sumatera Barat. Bercadik: Jurnal Pengkajian Dan Penciptaan Seni, 5(2), 105. https://doi.org/10.26887/bcdk.v5i2.2490 Setiawan, I. (2014). Transformation of Ludruk Performances: From Political Involvement and State Hegemony To Creative Survival Strategy. Humaniora, 26(2), 187-202.