Deskripsi
Gerabah adalah perkakas yang terbuat dari tanah liat yang dibentuk kemudian dibakar untuk dijadikan alat-alat yang berguna membantu kehidupan manusia. Sejalan dengan hal tersebut (Pratiwi, 2019) menyatakan bahwa istilah gerabah biasanya digunakan untuk menunjukan barang pecah belah yang terbuat dari tanah liat dan banyak dipergunakan sebagai peralatan rumah tangga. Di Indonesia istilah gerabah juga dikenal dengan keramik tradisional sebagai hasil dari kegiatan kerajinan masyarakat pedesaan dari tanah liat dan ditekuni secara turun temurun. Sentra industri gerabah Penanggungan sudah ada sejak sebelum kemerdekaan dari zaman nenek moyang warga kelurahan Penanggungan sekitar tahun 1920. Pada saat itu keahlian membuat gerabah dikenalkan oleh Mbah Kasong yang berasal dari Kampung Kasongan, Jawa Tengah yang datang di daerah Penanggungan dan mengajarkan keterampilan membuat gerabah kepada warga Penanggungan. Setelah itu Mbah Kasong kembali lagi ke Jawa Tengah. Pada awalnya bentuk gerabah yang dibuat berbentuk gentong (wadah air), kendi dan beberapa alat dapur. Ciri gerabah kuna ialah bentuk bagian dasar pada umumnya bulat tetapi melipat keluar dan bahkan sampai melengkung ke bawah. Ada yang runcing. Sedangkan bentuk bibirnya sederhana (Nitihaminoto, 1993). Kemudian seiring berjalannya waktu mulai berkembang membuat bentuk dekorasi untuk hiasan seperti pot bunga, celengan, hiasan dinding dan asbak. Filosofi gerabah erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Ketika manusia baru saja dilahirkan, plasenta/ari-arinya sebelum dikubur akan diletakan pada wadah yaitu kendi dari gerabah. Dalam hal ini gerabah merupakan gambaran wadah diri kita sendiri, karena terdapat 4 unsur yaitu tanah, api, air dan udara dalam pembuatan gerabah. Penggambaran dari wadah adalah tubuh kita sendiri, bergantung kepada diri kita wadah ini mau diisi dengan hal seperti apa. Apakah hal yang baik atau hal yang buruk. Mau diisi sesuatu yang indah atau mau diisi dengan sesuatu yang negatif. Apabila diisi sesuatu yang indah maka kendi akan indah dan sebaliknya (Hariono, Lempung Agung). Dahulunya warga Penanggungan berprofesi sebagai petani dan peternak. Hal tersebut berkaitan dengan ciri khas gerabah penanggungan yang berbentuk ayam, seperti produk celengan ayam yang sedang mengeram atau bertelur. Filosofi bentuk celengan ayam mengajarkan tentang ilmu perbankan bahwa manusia harus gemar menabung. Munculnya istilah “pecah telur” dimaknai untuk menggambarkan waktu panen. Tidak hanya itu corak gerabah yang sering dibuat di gerabah Penanggungan yaitu corak naga. Apabila dilihat dari filosofi Cina, naga merupakan sebagai simbol penjuru mata angin. Dalam ajaran budaya Jawa, naga erat kaitannya dengan “naga dina” yang memuat aturan arah dan hari baik dan buruk setiap manusia. Karya seni merupakan ungakap rasa, pada hakikatnya rasa tidak memiliki wujud dan tidak terlihat warnanya. Tetapi rasa dapat diekspresikan melalui gerak dan metabolisme tubuh manusia. Seperti kendi yang sudah ada sejak zaman kerajaan. Kata kendi merupakan akronim dari kendali diri. Melalui adanaya kendi dapat diambil pembelajaran agar manusia mampu mengendalikan diri. Kendi yang identik dengan wadah air, mengajarkan manusia untuk dapat mengendalikan diri. Seperti saat sedang minum atau menuangkan air harus pelan-pelan agar air yang keluar dari kendi terlalu banyak. Pembuatan gerabah membutuhkan tanah liat yang mengandung unsur mineral, tidak semua tanah bisa digunakan sebagai gerabah. Tanah liat yang digunakan untuk membuat gerabah Penanggungan mengambil di wilayah Penanggungan dan Wagir. Proses pembuatan masih manual dan menggunakan teknik cetak. Dimulai dari tanah yang kemudian diolah/dikaliskan menggunakan air dan pasir selanjutnya ke tahap pembentukan yang dapat dilakukan dengan menggunakan teknik putar, drawing dan cetak tekan. Penyebaran gerabah Penanggungan sebagian besar di wilayah Jawa Timur. Bisa sampai luar pulau tetapi ditangani oleh pihak yang lain. Kampung Gerabah Penanggungan berupaya memberikan edukasi kepada pelajar hingga mahasiswa agar kerajinan gerabah tidak hilang dan bisa tetap lestari. Hal ini yang menginisiasi berdirinya galeri Lempung Agung pada tahun 2021 dengan tujuan agar masyarakat penanggungan dapat berkegiatan. Letak galeri yang di pinggir Sungai Brantas sebagai bentuk pelestarian, agar masyarakat memiliki kesadaran lingkungan dan tidak membuang sampah di pinggiran sungai Brantas. Tidak hanya itu, sungai Brantas memiliki kandungan pasir yang sangat bagus untuk campuran pembuatan gerabah. Selain itu Galeri Lempung Agung juga menjadi tempat untuk masyarakat luar Malang yang ingin mengenal gerabah, terutama anak muda.
Referensi
Nitihaminoto, G. (1993). Cara-Cara Menentukan Kekunaan Gerabah Dalam Penelitian Arkeologi: Analisis Eksternal. Berkala Arkeologi, 13(1), 66–76. https://doi.org/10.30883/jba.v13i1.566 Pratiwi, R. (2019). Sentra Kerajinan Gerabah di Malang. JSRW (Jurnal Senirupa Warna), 7(1). https://doi.org/10.36806/jsrw.v7i1.68